PROGRAM HUBUNGAN INDUSTRIAL
Pengawasan Peneapan K3 dan Penerapan UUD Ketenaga Kerjaaan
Monitoring dan Evaluasi Pencegahan dan Penyelesaian Perselisihan
Pengawasan HI
Peraturan Perundangan Ketenagakerjaan
Undang-Undang Cipta Kerja atau Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (disingkat UU Ciptaker atau UU CK) adalah undang-undang di Indonesia yang telah disahkan pada tanggal 5 Oktober 2020 oleh DPR RI dan diundangkan pada 2 November 2020 dengan tujuan untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan investasi asing dan dalam negeri dengan mengurangi persyaratan peraturan untuk izin usaha dan pembebasan tanah. Karena memiliki panjang 1.187 halaman dan mencakup banyak sektor, UU ini juga disebut sebagai undang-undang sapu jagat atau omnibus law.
Khusus untuk kluster ketenagakerjaan, Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagerjaan sendiri bukan berarti tidak berlaku lagi. Ada pasal-pasal yang masih dipertahankan, ada pasal-pasal yang dihapus dan ada pasal baru yang disisipkan. Berikut ini adalah dokumen Undang-Undang No. 13 tahun 2003 yang telah disisipkan Undang-Undang No. 11 tahun 2020.
Sesuai ketentuan Pasal 185 UU Cipta Kerja yang mengamanatkan penetapan peraturan pelaksanaan paling lama 3 (tiga) bulan sejak UU Cipta Kerja mulai berlaku pada 2 November 2020. Peraturan pelaksanaan yang pertama kali diselesaikan adalah 2 (dua) Peraturan Pemerintah (PP) terkait Lembaga Pengelola Investasi (LPI), yaitu PP Nomor 73 Tahun 2020 tentang Lembaga Pengelola Investasi (LPI) dan PP Nomor 74 Tahun 2020 tentang Modal Awal Lembaga Pengelola Investasi. Selanjutnya, diselesaikan juga 49 peraturan pelaksanaan yang terdiri dari 45 PP dan 4 Peraturan Presiden (Perpres) yang disusun bersama-sama oleh 20 kementerian/lembaga (K/L) sesuai klasternya masing-masing. Adapun untuk kluster Ketenagakerjaan, ada 4 Peraturan Pemerintah yang berlaku yakni sebagai berikut.
1. PP Nomor 34 Tahun 2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing
2. PP Nomor 35 Tahun 2021 tentang PKWT, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat dan PHK
3. PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan
4. PP Nomor 37 Tahun 2021 Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan
Selanjutnya juga terdapat 3 (tiga) Peraturan Menteri turunan dari Peraturan Pemerintah terkait Cipta Kerja, yang dapat didownload melalui link berikut ini.
1. Permenaker 6 thn 2021 tentang Perizinan Berusaha
2. Permenaker 7 tahun 2021 tentang Rekomposisi Iuran JKP
3. Permenaker 8 tahun 2021 tentang Tata Cara Penggunaan TKA
Dalam lingkup Pemerintahan KabupatenMuna Barat, terdapat aturan mengenai pelaksanaan program Jaminan Sosial pada BPJS dan penetapan Upah Minimum untuk kesejahteraan para pekerja/buruh di perusahaan-perusahaan yang beroperasi di wilayah.
Easy to use
Aliquam massa massa, consectetur non mattis fringilla, sodales ac turpis. Morbi ac felis sagittis, faucibus mauris vitae, placerat mauris.
Pengertian, Tujuan dan Prinsip Keselamatan Kesehatan Kerja (K3)
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah upaya perlindungan yang ditujukan agar tenaga kerja dan orang lainnya di tempat kerja/perusahaan selalu dalam keadaan selamat dan sehat, serta agar setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien (Kepmenaker Nomor 463/MEN/1993). Pengertian lain menurut OHSAS 18001:2007, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah kondisi dan faktor yang mempengaruhi keselamatan dan kesehatan kerja serta orang lain yang berada di tempat kerja.
Berdasarkan Undang-undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 pasal 87, bahwa setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dilaksanakan karena tiga faktor penting sebagai berikut (Moekijat, 2004):
- Berdasarkan perikemanusiaan. Pertama-tama para manajer akan mengadakan pencegahan kecelakaan kerja atas dasar perikemanusiaan yang sesungguhnya. Mereka melakukan demikian untuk mengurangi sebanyak-banyaknya rasa sakit dari pekerjaan yang diderita luka serta keluarga.
- Berdasarkan Undang-Undang. Ada juga alasan mengadakan program keselamatan dan kesehatan kerja berdasarkan Undang-Undang federal, Undang-Undang Negara Bagian dan Undang-Undang kota tentang keselamatan dan kesehatan kerja dan sebagian mereka melanggarnya akan dijatuhi hukuman denda.
- Berdasarkan Ekonomi. Alasan ekonomi untuk sadar keselamatan kerja karena biaya kecelakaan dampaknya sangat besar bagi perusahaan
Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Berdasarkan Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, bahwa tujuan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang berkaitan dengan mesin, peralatan, landasan tempat kerja dan lingkungan tempat kerja adalah mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit akibat kerja, memberikan perlindungan pada sumber-sumber produksi sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas.
Menurut Suma’mur (1992), tujuan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah sebagai berikut:
- Melindungi tenaga kerja atas hak dan keselamatannya dalam melakukan pekerjaannya untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan kinerja.
- Menjamin keselamatan orang lain yang berada di tempat kerja.
- Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.
Sedangkan menurut Mangkunegara (2004), tujuan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah:
- Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
- Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif mungkin.
- Agar semua hasil produksi di pelihara keamanannya.
- Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
- Agar meningkatnya kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
- Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atas kondisi kerja.
- Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja
Aspek, Faktor dan Prinsip Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
In viverra ipsum ornare sapien rhoncus ullamcorper. Vivamus vitae risus ac mi vehicula sagittis. Nulla dictum magna sit amet pharetra aliquam.
Aspek-aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang harus diperhatikan oleh perusahaan antara lain adalah sebagai berikut (Anoraga, 2005):
a. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja merupakan tempat dimana seseorang atau karyawan dalam beraktifitas bekerja. Lingkungan kerja dalam hal ini menyangkut kondisi kerja, seperti ventilasi, suhu, penerangan dan situasinya.
b. Alat kerja dan bahan
Alat kerja dan bahan merupakan suatu hal yang pokok dibutuhkan oleh perusahaan untuk memproduksi barang. Dalam memproduksi barang, alat-alat kerja sangatlah vital yang digunakan oleh para pekerja dalam melakukan kegiatan proses produksi dan di samping itu adalah bahan-bahan utama yang akan dijadikan barang.
c. Cara melakukan pekerjaan
Setiap bagian-bagian produksi memiliki cara-cara melakukan pekerjaan yang berbeda-beda yang dimiliki oleh karyawan. Cara-cara yang biasanya dilakukan oleh karyawan dalam melakukan semua aktivitas pekerjaan, misalnya menggunakan peralatan yang sudah tersedia dan pelindung diri secara tepat dan mematuhi peraturan penggunaan peralatan tersebut dan memahami cara mengoperasionalkan mesin.
Cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial
Ada beberapa tata cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dapat ditempuh para pihak berselisih. Cara-cara yang tertuang di dalam UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, yakni;
- Perundingan bipartit,
- Mediasi,
- Konsiliasi,
- Arbitrase,
- Pengadilan hubungan industrial. Perundingan bipartit Perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja atau serikat pekerja dan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan terlebih dulu dengan perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Jika perselisihan selesai dan dicapai kesepakatan bersama, maka dibuatlah perjanjian bersama yang ditandatangani para pihak terlibat dan wajib didaftarkan di pengadilan hubungan industrial. Namun, apabila dalam jangka waktu yang ditentukan salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal. Salah satu pihak atau keduanya dapat melakukan perundingan dengan melibatkan pihak ketiga, seperti mediasi dan konsiliasi.
- Mediasi dan konsiliasi Mediasi adalah penyelesaian perselisihan melalui musyawarah yang ditengahi oleh mediator yang berada di Dinas Tenaga Kerja kota/kabupaten. Semua jenis perselisihan hubungan industrial tidak bisa lepas dari mediasi sebagai upaya penyelesaiannya. Sementara itu, konsiliasi adalah penyelesaian melalui musyawarah yang ditengahi oleh konsiliator yang terdaftar pada Dinas Tenaga Kerja kota/kabupaten setempat. Konsiliator yang telah terdaftar tersebut diberi legitimasi oleh Menteri Ketenagakerjaan atau pejabat berwenang. Konsiliasi sendiri merupakan penyelesaian untuk perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Bila mediasi atau konsiliasi yang dilakukan menghasilkan kesepakatan, maka dibuat perjanjian bersama yang didaftarkan di pengadilan hubungan industrial. Namun, jika kesepakatan tetap tidak tercapai melalui mediasi atau pun konsiliasi, maka:
- mediator atau konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis;
- para pihak harus memberikan jawaban secara tertulis kepada mediator atau konsiliator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis;
- pihak yang tidak memberikan pendapatnya dianggap menolak anjuran tertulis;
- jika para pihak menyetujui anjuran tertulis, maka mediator atau konsiliator membuat perjanjian bersama yang didaftarkan di pengadilan hubungan industrial;
- jika anjuran tertulis ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak,
- maka para pihak atau salah satu pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke pengadilan hubungan industrial
- Arbitrase Arbitrase adalah penyelesaian perselisihan di luar pengadilan melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter. Putusan arbitrase mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para pihak yang berselisih dan merupakan putusan yang bersifat akhir dan tetap. Arbitrase mencakup perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Arbiter yang berwenang menyelesaikan perselisihan harus arbiter yang telah ditetapkan oleh Menteri dan memiliki wilayah kerja seluruh Indonesia. Penyelesaian oleh arbiter harus diawali dengan upaya mendamaikan kedua belah pihak yang berselisih. Jika perdamaian tercapai, maka arbiter atau majelis arbiter wajib membuat akta perdamaian. Sementara jika tidak, arbiter akan menetapkan putusan yang harus diikuti para pihak. Perselisihan hubungan industrial yang sedang atau telah diselesaikan melalui arbitrase tidak dapat diajukan ke pengadilan hubungan industrial
- Pengadilan hubungan industrial Pengadilan hubungan industrial adalah pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial. Pengadilan hubungan industrial bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus: di tingkat pertama mengenai perselisihan hak; di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan; di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja; di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Hukum acara yang berlaku pada pengadilan hubungan industrial adalah hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali yang diatur secara khusus.
Referensi: Telaumbanua, Dalinama. 2019. Hukum Ketenagakerjaan. Yogyakarta: Deepublish.
UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Managed Stuffs
Quisque ullamcorper sem quis sapien cursus efficitur. Sed id sodales ipsum. Morbi eleifend tempus erat sit amet vehicula. Nulla at posuere tellus, non mattis erat. Nulla id massa gravida.